Alasan Pluto Dikeluarkan dari Tata Surya
Pernahkah kalia bertanya mengapa Pluto
dikeluarkan dari sistem tata surya kita? Jawabannya karena planet Pluto
ukurannya terlalu kecil sehingga tidak layak disebut sebagai planet, selain itu
orbit yang dimiliki oleh pluto tidak sesuai/berbahaya untuk planet lain (dapat
bertabrakan dengan planet lain), tetapi pluto juga tidak dapat memancarkan
sinar sendiri jadi pluto juga bukan bintang, maka dari itu pluto disebut benda
langit.Pluto telah mendapat nama baru sesuai dengan statusnya saat ini sebagai planet
kerdil. Sejak sepekan lalu Pusat Planet Minor (MPC), organisasi resmi yang
bertanggung jawab untuk pegumpulan data tentang asteroid dan komet di dalam
sistem tata surya, ternyata telah mendaftarkan bekas planet kesembilan itu
sebagai asteroid ke-134340.
Masuknya Pluto dalam katalog
asteroid itu menegaskan keputusan Uni Astronomi Dunia tiga minggu lalu untuk
menyingkirkan Pluto dari keluarga planet tata surya. Sejak itu Pluto hanya
disetarakan dengan obyek-obyek kecil tata surya dengan garis orbit yang sudah
pasti.
Bulan-bulan Pluto, Charon, Nix dan
Hydra dianggap sebagai bagian dari sistem yang sama dan tidak didaftarkan
dengan nomor yang berbeda. "Mereka hanya akan disebut 134340 I, II, dan
III," kata Brian Marsden, Direktur Emeritus MPC.
Mulai Kamis (24/8/2006) jangan
pernah terpeleset mengucapkan Planet Pluto. Karena sejak hari itu, Pluto sudah
tidak lagi berhak menyandang predikat sebagai planet.
Sidang Umum Himpunan Astronomi
Internasional (International Astronomical Union/IAU) Ke-26 di Praha, Republik
Ceko, yang berakhir 25 Agustus, menghasilkan keputusan bersejarah dalam dunia
astronomi dengan mengeluarkan Pluto dari daftar planet-planet di Tata Surya
kita. Mulai sekarang, anggota Tata Surya hanya terdiri dari delapan planet,
yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.
Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota Keluarga Planet Tata Surya selama 76 tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya definisi baru tentang planet. Resolusi 5A Sidang Umum IAU Ke-26 berisi definisi baru itu.
Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota Keluarga Planet Tata Surya selama 76 tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya definisi baru tentang planet. Resolusi 5A Sidang Umum IAU Ke-26 berisi definisi baru itu.
Dalam resolusi tersebut dinyatakan,
sebuah benda langit bisa disebut planet apabila memenuhi tiga syarat, yakni
mengorbit Matahari, berukuran cukup besar sehingga mampu mempertahankan bentuk
bulat, dan memiliki jalur orbit yang jelas dan "bersih" (tidak ada
benda langit lain di orbit tersebut).
Definisi tersebut adalah definisi
universal pertama tentang planet sejak istilah planet dikenal di kalangan
astronom, bahkan sebelum era Nicolaus Copernicus yang tahun 1543 membuktikan
Bumi adalah salah satu planet yang berputar mengelilingi Matahari.
Dengan definisi baru tersebut, Pluto
tidak berhak menyandang nama planet karena tidak memenuhi syarat yang ketiga.
Orbit Pluto memotong orbit planet Neptunus sehingga dalam perjalanannya
mengelilingi Matahari, Pluto kadang berada lebih dekat dengan Matahari
dibandingkan Neptunus.
Pluto kemudian masuk dalam keluarga
baru yang disebut planet kerdil atau planet katai (dwarf planets). Keluarga ini
beranggotakan Pluto dan benda-benda langit lain di Tata Surya yang mirip dengan
Pluto, termasuk di dalamnya asteroid terbesar Ceres, satelit Pluto, Charon, dan
beberapa benda langit lain yang baru saja ditemukan.
Menurut Direktur Observatorium
Bosscha di Lembang, Jawa Barat, Dr Taufiq Hidayat, keputusan Sidang Umum IAU
tersebut adalah puncak perdebatan ilmiah dalam astronomi yang sudah berlangsung
sejak awal 1990-an lalu. Perdebatan tersebut dipicu berbagai penemuan baru yang
menimbulkan keraguan apakah Pluto masih layak disebut planet atau tidak.
"Karakteristik Pluto memang
berbeda dengan planet-planet lainnya. Bahkan komposisi kimianya lebih
menyerupai komet daripada planet," ungkap astronom yang mendalami bidang
ilmu-ilmu planet ini.
Selain itu, perkembangan teknologi
teleskop juga membawa pada penemuan berbagai benda langit yang masuk dalam
kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object/KBO). Sabuk Kuiper sendiri
adalah sebutan untuk wilayah di luar orbit planet Neptunus hingga jarak 50
Satuan Astronomi (SA/1 Satuan Astronomi = jarak rata-rata Matahari-Bumi, yakni
sekitar 149,6 juta kilometer) dari Matahari.
Hasil sidang Umum Himpunan Astronomi
Internasional ke-26 di Praha, Ceko, 25 Agustus lalu, mencabut status Pluto
sebagai planet ke sembilan dalam tata surya kita. Dalam sidang tersebut Pluto
dinyatakan tidak masuk dalam kategori planet namun hanya sebagai benda angkasa
biasa. Definisi baru planet dalam sidang tersebut berubah, yaitu memiliki orbit
yang mengelilingi Matahari, memiliki massa yang cukup besar dengan diameter
lebih dari 800 kilometer. Ciri terakhir adalah memiliki orbit yang tidak
memotong orbit planet lainnya. Sedangkan dalam kenyataannya, Pluto sudah
dikenal sebagai planet ke sembilan dalam sistem tata surya kita. Namun, dalam
pengamatannya, ternyata Pluto memiliki orbit yang sering kali menyimpang atau
bersinggungan dengan orbit planet lainnya. Berdasar definisi terbaru itulah,
akhirnya Pluto ditetapkan sebagai benda angkasa biasa dan planet kerdil.
Beberapa KBO sangat menarik
perhatian karena berukuran hampir sama atau bahkan lebih besar daripada Pluto
(diameter 2.300 km) dan ada yang memiliki satelit atau "bulan".
Beberapa obyek tersebut, antara lain, Quaoar (diameter 1.000 km-1.300 km),
Sedna (1.180 km- 1.800 km), dan yang paling terkenal adalah obyek bernama 2003
UB313 yang ditemukan Michael Brown dari California Institute of Technology
(Caltech) pada 2003 lalu. Obyek yang dijuluki Xena tersebut memiliki diameter 2.400
km, yang berarti lebih besar daripada Pluto. Xena sempat dihebohkan sebagai
planet ke-10 Tata Surya.
Tidak hanya kehilangan statusnya sebagai planet kesembilan di tata Surya, nama Pluto kini tinggal kenangan. Sejak 7 September, Minor Planet Center (MPC), organisasi yang bertanggung jawab mengumpulkan data mengenai asteroid dan komet di Tata Surya memberinya identitas baru sebagai asteroid dengan nomor 134340. "Satelit-satelit yang mengelilingi Pluto, yakni Charon, Nix, dan Hydra dianggap satu sistem sehingga tidak diberikan penomoran berbeda," kata direktur emeritius MPC, Brian Marsden. Namun, ketiganya akan disebut 134340 I, II, dan III. Penamaan ini merupakan tindak lanjut keputusan Himpunan Astronomi Internasional (IAU) yang mengeluarkan Pluto dari kategori planet yang ditetapkan dalam Sidang Umum IAU. Meski belum didefiniskan secara formal. Pluto dikelompokkan ke dalam kategori planet kerdil bersama asteroid terbesar Ceres, dan Xena yang dipopulerkan sebagai planet kesepuluh saat penemuannya. Dengan masuknya Pluto sebagai asteroid, sejauh ini ada 136.563 objek asteroid yang telah dicatat MPC. Sebanyak 2.224 objek baru dicatat selama seminggu terakhir dan Pluto merupakan yang pertama. Xena yang saat penemuannya diberi identitas 2003 UB313 kini juga dikategorikan asteroid dengan nomor 136199. Sedangkan, dua objek baru yang ditemukan di daerah Kuiper Belt yakni 2003 EL61 dan 2003 FY9 disebut asteroid dengan nomor 136108 dan 136472. Meski demikian, MPC juga mengeluarkan pengumuman terpisah yang menyatakan bahwa pemberian identitas nomor asteroid kepada Pluto dan objek-objek besar dekat orbit Neptunus tidak menghalangi kemungkinan pengelompokan ganda. Misalnya, saat IAU menentukan katalog spesifik astronomi mengenai planet kerdil, objek-objek tersebut mungkin masuk dalam kelompok ini. mungkin masuk dalam kelompok ini.
Tidak hanya kehilangan statusnya sebagai planet kesembilan di tata Surya, nama Pluto kini tinggal kenangan. Sejak 7 September, Minor Planet Center (MPC), organisasi yang bertanggung jawab mengumpulkan data mengenai asteroid dan komet di Tata Surya memberinya identitas baru sebagai asteroid dengan nomor 134340. "Satelit-satelit yang mengelilingi Pluto, yakni Charon, Nix, dan Hydra dianggap satu sistem sehingga tidak diberikan penomoran berbeda," kata direktur emeritius MPC, Brian Marsden. Namun, ketiganya akan disebut 134340 I, II, dan III. Penamaan ini merupakan tindak lanjut keputusan Himpunan Astronomi Internasional (IAU) yang mengeluarkan Pluto dari kategori planet yang ditetapkan dalam Sidang Umum IAU. Meski belum didefiniskan secara formal. Pluto dikelompokkan ke dalam kategori planet kerdil bersama asteroid terbesar Ceres, dan Xena yang dipopulerkan sebagai planet kesepuluh saat penemuannya. Dengan masuknya Pluto sebagai asteroid, sejauh ini ada 136.563 objek asteroid yang telah dicatat MPC. Sebanyak 2.224 objek baru dicatat selama seminggu terakhir dan Pluto merupakan yang pertama. Xena yang saat penemuannya diberi identitas 2003 UB313 kini juga dikategorikan asteroid dengan nomor 136199. Sedangkan, dua objek baru yang ditemukan di daerah Kuiper Belt yakni 2003 EL61 dan 2003 FY9 disebut asteroid dengan nomor 136108 dan 136472. Meski demikian, MPC juga mengeluarkan pengumuman terpisah yang menyatakan bahwa pemberian identitas nomor asteroid kepada Pluto dan objek-objek besar dekat orbit Neptunus tidak menghalangi kemungkinan pengelompokan ganda. Misalnya, saat IAU menentukan katalog spesifik astronomi mengenai planet kerdil, objek-objek tersebut mungkin masuk dalam kelompok ini. mungkin masuk dalam kelompok ini.
Sejak saat itu, lanjut Taufiq,
terjadi perbedaan pendapat di kalangan astronom. "Pilihannya adalah
memasukkan Ceres, Charon, dan 2003 UB313 ke dalam keluarga planet sehingga
jumlah planet menjadi 12, atau mengeluarkan Pluto. Akhirnya pilihan kedua yang
disepakati," tutur mantan Ketua Jurusan Astronomi Institut Teknologi
Bandung ini.
Kesepakatan itu sendiri bukannya
datang dengan mudah. Taufiq mengatakan, pengambilan keputusan itu bahkan
dicapai dengan cara pemungutan suara di antara para anggota IAU yang hadir
setelah didahului perdebatan yang sangat sengit. Empat astronom senior dari
Indonesia turut serta dalam Sidang Umum IAU tersebut, yakni Jorga Ibrahim,
Iratius Radiman, Suryadi Siregar, dan Ny Permana Permadi. Mereka belum bisa
diwawancarai karena belum kembali di Tanah Air sampai tulisan ini dibuat.Keputusan
melepas status planet dari Pluto tentu saja sangat mengejutkan semua pihak.
"Kata 'planet' dan gagasan tentang planet bisa menjadi sangat emosional
karena itu adalah hal yang kita pelajari sejak kita masih kanak-kanak,"
ungkap Richard Binzel, profesor ilmu-ilmu planet dari Massachusetts Institute
of Technology (MIT) yang menentang "pemecatan" Pluto, seperti dikutip
Associated Press.
Orang paling terpukul dengan
keputusan ini adalah Patricia Tombaugh (93), janda Clyde Tombaugh, ilmuwan yang
menemukan Pluto pada 18 Februari 1930. "Ini sangat mengecewakan dan sangat
membingungkan. Saya tidak tahu bagaimana harus menghadapi ini, rasanya seperti
kehilangan pekerjaan," tuturnya kepada AP dari rumahnya di Las Cruces, New
Mexico.
Beberapa pihak memprediksi debat
mengenai status Pluto tidak akan berakhir di sini. Alan Stern, ketua misi
pesawat ruang angkasa NASA, New Horizon, yang diluncurkan ke Pluto, Januari
lalu, mengaku merasa "malu" terhadap keputusan itu. Meski demikian,
misi senilai 700 juta dollar AS dan baru akan tiba di Pluto pada 2015 itu tetap
akan dilanjutkan. "Ini benar-benar sebuah definisi yang ceroboh. It's bad
science. Ini belum selesai," ujar Stern.
Wajar saja pencopotan gelar planet
dari Pluto memicu reaksi yang emosional. Pluto selama ini memiliki tempat
tersendiri di hati para astronom, baik yang profesional maupun amatir. Pluto
sering dianggap "Si Bungsu dari Tata Surya" karena jaraknya yang
terjauh dari Matahari dan ditemukan paling akhir dibandingkan delapan planet
lainnya.
Orbit Pluto yang sangat lonjong dan
tidak sejajar dengan bidang lintasan planet lainnya juga membuat planet ini
unik. Pluto juga sempat dianggap sebagai jawaban dari misteri Planet X, sebuah
planet hipotetis yang diduga ada di luar orbit Neptunus dan menyebabkan
gangguan pada orbit planet Uranus dan Neptunus. Meski ukuran Pluto kemudian
terbukti terlalu kecil untuk menjadi Planet X, dugaan tersebut menjadi bagian
dari legenda Pluto.
Komentar
Posting Komentar